Paradoks Kepemimpinan: Menggugat Implementasi Pancasila di Indonesia | Ditulis oleh Alex, S.Pd.,M.Pd

Paradoks Kepemimpinan: Menggugat Implementasi Pancasila di Indonesia | Ditulis oleh Alex, S.Pd.,M.Pd

MAKASSAR – Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia merupakan dasar filosofis yang seharusnya menjadi pedoman bagi setiap pemimpin dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi paradoks dalam implementasi nilai-nilai Pancasila oleh para pemimpin negara.

Pertama, Paradoks dalam Nilai Keadilan Sosial: Pancasila menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, seringkali kita melihat bahwa kebijakan yang diambil oleh pemimpin negara tidak selalu mencerminkan keadilan sosial.

Ketimpangan ekonomi, korupsi, dan nepotisme masih menjadi masalah yang mencolok. Ini menunjukkan bahwa meskipun Pancasila diagungkan, pelaksanaannya dalam kehidupan nyata masih jauh dari ideal.

Kedua, Paradoks dalam Nilai Persatuan: Pemimpin negara diharapkan menjadi teladan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Namun, seringkali tindakan dan pernyataan dari para pemimpin justru memecah belah masyarakat.

Perbedaan pandangan politik, agama, dan etnis sering kali dieksploitasi demi kepentingan tertentu, yang pada akhirnya bertentangan dengan semangat persatuan dalam Pancasila.

Ketiga, Paradoks dalam Nilai Ketuhanan: Pancasila mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa, yang seharusnya diartikan sebagai penghormatan terhadap semua agama dan kepercayaan. Namun, ada pemimpin yang masih menunjukkan sikap intoleran dan diskriminatif terhadap kelompok agama atau kepercayaan minoritas. Sikap ini jelas bertentangan dengan nilai toleransi dan penghormatan yang diamanatkan oleh Pancasila.

Keempat, Paradoks dalam Nilai Kerakyatan: Pancasila menekankan pentingnya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Namun, tidak jarang pemimpin negara mengambil keputusan yang tidak partisipatif dan tidak transparan, yang mengesampingkan suara rakyat. Kebijakan yang diambil secara otoriter atau tanpa musyawarah yang benar mencerminkan paradoks dalam prinsip kerakyatan.

Kelima, Paradoks dalam Nilai Kemanusiaan: Pancasila menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Namun, pelanggaran hak asasi manusia masih sering terjadi dan terkadang melibatkan oknum pemerintah. Ketika pemimpin negara gagal melindungi hak-hak dasar warganya, paradoks dalam pelaksanaan Pancasila menjadi semakin nyata.

Secara keseluruhan, paradoksal Pancasila pada pemimpin negara mencerminkan tantangan besar dalam mengintegrasikan nilai-nilai luhur Pancasila ke dalam praktik pemerintahan sehari-hari. Diperlukan komitmen yang lebih kuat dari para pemimpin untuk benar-benar menjadikan Pancasila sebagai landasan dalam setiap aspek kebijakan dan tindakan mereka, agar Pancasila tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga menjadi realitas yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

 

Pewarta : Daeng Naja

Tinggalkan Balasan