Mengapa Wajah Dan Nama Tersangka Selalu Disamarkan Didalam Pemberitaan, Ini Alasannya.!!!

Mengapa Wajah Dan Nama Tersangka Selalu Disamarkan Didalam Pemberitaan, Ini Alasannya.!!!

IntelijenNews.com – Makassar, Wajah dan Nama Tersangka Selalu disamarkan dalam Berita. Seringkali kita mendapati di pemberitaan khususnya di Media Cetak ataupun Media Online seorang Tersangka yang diduga kuat melakukan Tindak Pidana seperti misalnya Pemerkosaan, Pencurian dan/atau Penipuan justru disamarkan identitasnya lalu kemudian disampaikan ke ruang publik.

Padahal seharusnya jika kita ingin memberikan efek jera misalnya kepada Tersangka Pelaku Pemerkosaan tentunya masyarakat harus diberikan informasi yang terbuka atau transparan, sehingga masyarakat bisa mengetahui bahwa orang tersebutlah yang melakukan Pemerkosaan, dengan demikian masyarakat dapat memberikan sanksi berupa sanksi-sanksi sosial misalnya pengucilan atau menciptakan hal-hal yang dapat memberikan stigma negatif terhadap pelaku tersebut.

Akan tetapi, pada faktanya di lapangan ternyata Insan Pers terkadang melakukan tindakan menyamarkan Nama misalnya menggunakan Inisial atau memblur Wajah Tersangka, hal tersebut dilakukan bukanlah tanpa alasan melainkan karena telah diatur di Kode Etik Jurnalistik dan dalam Hukum Positif misalnya dalam Penjelasan Umum KUHAP butir 3 huruf (c), “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya suatu putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Renaldi, S.H.,M.H menuturkan, Artinya bahwa seseorang yang ditangkap atau ditahan di kantor Polisi bukanlah seseorang yang bersalah atau dengan kata lain belum terbukti bersalah secara pasti.

selain itu dalam Pasal 5 Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik, yang menyebutkan, “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”.

“Hal ini sedikit berbeda dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam Kode Etik Jurnalistik justru menitikberatkan pada Korban kejahatan asusila misalnya Korban Pemerkosaan atau pada Tersangka yang masih dalam kategori anak,” ungkap Renaldi, S.H.,M.M

Oleh karena itu, apabila ditemukan insan pers/media dalam memberitakan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka dengan mem-blur wajah tersangka atau wajah ditutupi dengan kain hitam, dapat disimpulkan bahwa tindakan tersebut sebagai bentuk pelaksanaan asas praduga tak bersalah dan kepatuhan terhadap kode etik profesi jurnalistik.

Selain itu, Renaldi, S.H., M.H menekankan bahwa seseorang dapat dianggap bersalah dalam artian betul-betul bersalah setelah adanya suatu putusan atau penetapan hukum yang menyatakan tersangka tersebut telah bersalah.

Dalam praktiknya, tidak sedikit seseorang tersangka yang telah ditangkap dan ditahan lalu kemudian dibebaskan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu perbuatan pidana.

“Karena pada dasarnya, meskipun seseorang telah ditetapkan tersangka, hukum memberikan perlindungan dan jaminan terpenuhinya hak-hak bagi seorang tersangka,” katanya.

Lanjut, Adapun hak-hak tersangka lainnya adalah berhak mendapatkan pemeriksaan secara segera untuk diajukan kepada penuntut umum, dan dimajukan perkaranya untuk diadili dan disidangkan ke pengadilan.

Selain itu berhak mendapatkan pemberitahuan tentang pasal dipersangkakan secara jelas kepadanya, hak melakukan pembelaan, memberikan keterangan secara bebas tanpa intimidasi, berhak mendapatkan bantuan hukum atau didampingi penasihat hukum/ pengacara.

“Sebagai kesimpulan, sering kali insan pers dalam menyiarkan seorang tersangka menyamarkan wajah atau menampilkan nama inisial saja. Hal itu dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia yang didasarkan atas asas praduga tak bersalah (presumption of innocence),” jelasnya.

Tidak hanya itu, ia juga mengatakan, Maksudnya adalah Tersangka tersebut belum tentu bersalah sehingga perlu dilindungi Hak hukumnya sebagai seorang manusia, jangan sampai di kemudian hari sudah diberitakan melakukan pemerkosaan ternyata terbukti di hadapan sidang Pengadilan bahwa bukan dia pelakunya melainkan orang lain, tentu hal tersebut menciptakan kerugian bagi Tersangka tersebut.

“Asas praduga tak bersalah merupakan salah satu asas pemidanaan yang dianut dalam sistem hukum kita di Indonesia, dalam rangka penegakan hukum yang menekan bahwa seseorang patut (dianggap tidak bersalah) sebelum adanya suatu putusan hukum yang menyatakan tersangka tersebut terbukti bersalah atau telah ditetapkan bersalah,” tutupnya. (*)

Laporan : Renaldi, S.H.,M.H (PH)

Tinggalkan Balasan