IntelijenNews – MAKASSAR – Sejumlah warga kecamatan biringkanaya, mengeluhkan banyaknya tanaman enceng gondok yang memenuhi kolong Jembatan Daya
Efek negatif dari spesies tanaman ini sangat berpengaruh terhadap Penurunan keanekaragaman hayati karena keberadaan spesies invasif ini merupakan proses awal menuju kepunahan spesies tertentu sehingga mengakibatkan ketersediaan oksigen di air menjadi berkurang. Menurunnya kandungan oksigen terlarut pada perairan mengakibatkan kematian pada organisme seperti ikan. Selain rusaknya habitat perikanan, juga menurunnya nilai estetika yang ada di jembatan Daya – Makassar. Tidak sedikit pemancing lokal yang sering memancing di bawah kolong jembatan tersebut mengeluhkan banyak eceng gondok ini.
Gafur sadikin (42) warga desa biringkanaya, sabtu mengatakan saat ini kondisi kolong jembatan daya sudah hampir tertutup oleh tanaman tersebut.
Selain merusak keindahan Jembatan Daya, para pemancing lokal juga menghawatirkan apalagi di biarkan bisa berdampak pada system drainase perairan yang tidak lancar apa lagi sekarang sudah dekat dengan musim hujan, sehingga air di danau bisa dengan mudah naik dan akan dengan mudah mengakibatkan kebanjiran serta menyeret tanaman enceng gondok ke pemukiman warga di sekitaran sungai ini, ditambah lagi tumpukan sampah yang tersangkut di enceng gondok begitu banyak dan sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Nurdin, salah satu warga di sekitar sungai juga mengatakan Selain mempengaruhi ekosistem, eceng gondok di sungai ini juga tidak bisa diolah menjadi bahan kerajinan yang bernilai ekonomi, seperti bahan membuat tas, sandal, dan yang lainnya. Panjang eceng gondok di sini kurang memenuhi pasaran, [minimal 50-60 centimeter]. Di sini tidak ada yang ahli mengolah eceng gondok untuk diubah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi. Eceng gondok ini juga mengganggu keindahan pemandangan dan mata pencarian kami juga terganggu dalam mencari ikan di sepanjang kawasan sungai ini. Kami hanya bisa pasrah.
Tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes) bukan merupakan tanaman asli Indonesia, namun saat ini sebaran eceng gondok sudah menguasai seluruh aliran sungai yang nampak dari Jembatan Daya – Makassar.
Sejarah eceng gondok (Eichornia crassipes) pertama kali ditemukan oleh Carl Friedrich Philipp Von Martius, seorang biotanis berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon, Brazil. Eceng gondok pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Karena akibat pertumbuhannya yang sangat cepat mengakibatkan menutupi seluruh kolam. Eceng gondok tersebut dibuang melalui sungai dan Beberapa tahun kemudian tumbuhan ini telah berubah status menjadi gulma utama dan termasuk sebagai gulma air terpenting nomor satu di Indonesia.
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai.
Pewarta : Rachmat hidayat