Pj Gubernur Sulsel Jamin Tak Ada PHK Massal Saat UMP Naik

Pj Gubernur Sulsel Jamin Tak Ada PHK Massal Saat UMP Naik

INTELIJENNEWS.COM, MAKASSAR – Kenaikan Upah Minumum Provinsi (UMP) 2025 diseluruh Indonesia sebesar 6,5 persen dikhawatirkan akan menciptakan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Sebab, kenaikan UMP dapat mengerek biaya dari pihak perusahaan sma pengusaha termasuk di Sulsel.

Baca juga : IYL Pimpin BMPS Sulsel, Prof Zudan Titip Pesan Atasi Masalah Pendidikan

Kendati demikian, Pj Gubernur Sulsel Prof Zudan Arif Fakrulloh menjamin tidak akan ada PHK massal di provinsi ini meski ada kenaikan UMP.

“Kita antisipasi, jadi kita sudah berkoordinasi dengan teman-teman di Apindo, sudah rapat, sudah ketemu kemarin, dewan pengupahan dengan Apindo. Kita antisipasi, makanya kita jagain betul. Karena pemerintah itu harus berdiri tegak di tengah dari para penguasa dan juga para pekerja. Jadi itu kami menjaga betul agar semuanya everybody happy. Semangatnya,” ujarnya kepada awak media di Kantor Gubernur Sulsel, Senin 9 Desember 2024.

UMP Sulsel Resmi Naik 11 Desember

Lanjutnya, Pemprov Sulsel tegak lurus dengan keputusan pusat untuk menaikkan UMP sebesar 6,5 persen menjadi Rp3.657.527atau naik Rp223.229 dan akan diumumkan per 11 Desember 2024, termasuk Upah Minumum Sektoral (UMS) yang menjadi kontroversi.

“Nanti keputusan kita umumkan ditanggal 11 (Desember) termasuk Upah Minimum Sektoral. Tadi pagi kami sudah ikuti arahan Menaker dan Mendagri lewat Zoom secara Nasional. Sudah rapat dengan Apindo saya, pengusaha siap 6,5 persen. UMS masih kita rapatkan,” bebernya.

Sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sulsel, Andi Malantik menyampaikan, yang menjadi permasalahan kata Malantik ialah UMS di tingkat provinsi yang masih alot dibicarakan angkanya.

“Kita ini masih menunggu waktu untuk rapat selanjutnya dengan unsur terkait seperti apindo, pemerintah dewan pakar dan serikat buruh, yang jadi perdebatan terkait upah sektoral tidak ada titik temu antara pemerintah pengusaha dan pekerja,” bebernya.

Diketahui UMS ini ialah pengupahan yang didasarkan pada karakteristik dan risiko kerja yang diemban oleh para buruh di sektor tertentu. Semakin tinggi risikonya, maka diharapkan semakin tinggi upah yang didapatkan.

Para buruh mengeluhkan pihak pengusaha yang belum menentukan tingkat persentase sektoral dan ada berapa jenis sektor yang ingin ditentukan upahnya.

“Yang jadi persoalan ini sektoralnya, kalau serikat maunya 20 sektoral, pengusaha tidak jelas berapa maunya, kemudian tingkat persentasenya dari setiap sektoral itu belum ada di sepakati, belum ada kesepakatan itu, karena yang jadi masalah ini tiga unsur yang berdebat sekarang belum sepaham, yang seharusnya yang buat kesepakatan ini antara pengusaha dan pekerja tapi sekarang ini lebih rumit daripada penetapan ump sebelumnya,” terangnya.

Ada beberapa sektor yang mesti memiliki upah khusus berdasarkan risiko kerja kata Malantik, seperti pertambangan, konstruksi, transportasi hingga industri makanan dan minuman

Tinggalkan Balasan