FPR NTT: Proyek Pembangunan Strategis Nasional Jokowi-Ma’ruf Membawa Malapetaka

FPR NTT: Proyek Pembangunan Strategis Nasional Jokowi-Ma’ruf Membawa Malapetaka

Intelijennews – Nusa Tenggara Timur. Front Perjuangan Rakyat (FPR) Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai proyek pembangunan strategis nasional Presiden Indonesia, Joko Widodo dan Wakilnya, Ma’ruf Amin membawa malapetaka bagi masyarakat Indonesia.

Menurut FPR, Proyek Strategis Nasional Joko Widodo sesungguhnya merupakan persembahan istimewa Joko Widodo kepada Imperealisme. Pasalnya, orientasi dari seluruh pembangunan tersebut hanyalah untuk memastikan terus berputarnya kapital milik Imperealis agar tidak membusuk di dalam berangkas lembaga-lembaga Oligarkhy Finans miliknya dan untuk memastikan kenyamanan dan kemanan Investasi milik Imperealis dengan memastikan pembangunan infrastruktur penopang seperti Jalan, Jembatan, Pelabuhan, Bandar Udara, bendungan termasuk Pariwisata dan lain sebagainya.

Kordinator FPR NTT, Fhandi Rahalaka menyampaikan, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 7/2021 tentang Perubahan Proyek Strategis Nasional, maka Pemerintahan Joko Widodo menetapakan 20 Proyek dan 10 Program selama periode 2020 -2024 dengan jumlah anggaran Rp. 6.555 Triliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp. 1.185 Triliun yang artinya adalah bersumber dari Hutang baik kepada IMF, WB atau lembaga-lembaga Ologrkhy Finans lainya, Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (PKBU) baik BUMN ataupun Swasta sebesar Rp. 4.814,9 Triliun yang artinya adalah menyerahkan kepada pihak ketiga baik BUMN ataupun perusahaan asing dan dari Subsidi atau Public Service Obligation (PSO) senilai 142,5 Triliun artinya bersumber dari pemotongan
subsidi Publik.

“Semua proyek strategis Nasional Jokowi sama sekali tidak memiliki dampak positif bagi
rakyat, misal saja pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Resort di Pulau Lombok yang dibangun melalui dana investasi AIIB sebesar Rp. 1,2 Triliun, hanya menjadi sasaran ekspansi kapital Vinci, Dorna, dan sederet group-group hotel besar internasional seperti Accor Group hotel, Royal Tulip, dan lain sebagainya, sedangkan rakyat harus merelakan 1250 Ha lahan pertanian dan pemukimannya yang teradministrasikan didalam 7 Dusun di empat desa yaitu Desa Kuta, Sengkol, Sukadan dan Mertak tergusur begitu saja baik melalui skema Ganti Rugi atau tidak”, ungkap Fhandi, Selasa, (26/04/2022).

Sementara di Wilayah Nusa Tenggara Timur, kata Fhandi melanjutkan, Kabupaten Manggarai Barat menjadi sasaran empuk dari Pembangunan Proyek Strategis Nasional Jokowi-MA yang tentunya juga akan membawa malapetaka bagi rakyat NTT terkhusus di Labuan Bajo, Manggarai Barat. seperti yang baru-baru ini terjadi, Rezim Jokowi lagi-lagi mempertontonkan tindakan anti Rakyat dan anti Demokrasi dengan melakukan penggusuran paksa di atas lahan seluah 400 Ha untuk memenuhi kebutuhan tuannya Imperialis atas nama pembangunan pariwisata di dibawah skema Pembangunan Strategi Nasional.

“Bukan hanya itu saja, rezim Jokowi melalui alat Negara ( Aparat Keamanan ) melakukan penangkapan paksa terhadap kaum Tani yang mempertahankan hak atas tanahnya saat menghadang berjalannya penggusuran sepihak tersebut. Itu merupakan bukti nyata kesetian Rezim Jokowi untuk terus melanggengkan skema busuk Imperialisme untuk terus mengeruk sumber daya alam di Indonesia khususnya NTT dan tidak mempertimbangkan dampak ekologi dan social dalam hal ini keberlangsungan Pertanian Kaum Tani dan elemen rakyat lainnya”, katanya.

Fandi menuturkan, disamping itu, Tertangga l5 April 2018, Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres No.32/2018 Tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores yang antara lain mengatur perubahan status dan pemanfaatan 400 hektar hutan Bowosie/Nggorang di Kabupaten Manggarai Barat. Kawasan hutan ini beralih fungsi menjadi Kawasan pariwisata Labuan Bajo dengan skema penghapusan status hutan menjadi Kawasan bukan hutan dan skema izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam (IUPSWA).

“Memlalui Perpres Tersebut, Rezim Jokowi memberikan hak pengelolaan pariwisata
di atas Lahan 400 Ha bagi Badan Otoritas Pelaksana Labuan Bajo Flores (BOP-LBF) sebagaimana yang tertuang dalam pasal 23 sebagai wujud normatif untuk melegitimasi penjajahan atas rakyat. Artinya bahwa lagi-lagi Negara menggadaikan tanah milik Rakyat”, pungkas Fhandi.

Disampaikannya, dari gambaran tersebut, maka terang bahwa Proyek Strategis Nasional Joko Widodo hanyalah persembahan istimewa bagi tuan Imperealis yang hanya akan melahirkan
penderitaan yang makin berlipat ganda bagi Rakyat Indonesia. Lanjutnya, oleh sebab itu, Front Perjuangan Rakyat Wilayah Nusa Tenggara Timur ( FPR NTT ) mengajak seluruh rakyat Indonesia
Khususnya Rakyat NTT, Manggarai Barat untuk membangun persatuan sebagai alat perjuangan satu-satunya untuk mempertahankan diri dari ancaman penggusuran dan perampasan tanah yang akan terus menerus dijalankan oleh Negara.

Fhandi menambahkan, atas dasar itu, pihaknya yang tergabung dalam FPR NTT mendukung penuh perjuangan rakyat Rancang Buka serta menuntut :

“Pertama, hentikan seluruh Proyek Strategis Nasional lapar lahan Joko Widodo , kedua, hentikan Monopoli dan Perampasan tanah di Indonesia , ketiga, hentikan seluruh Aktivitas Pembangunan di Kawasan hutan Bowosie, Manggarai Barat , keempat, tarik seluruh Aparat Keamanan Negara ( TNI/POLRI ) di Kawasan Hutan Bowosie”, beber Fhandi.

Kemudian Kelima, kata Fhandi hentikan Teror, Intimidasi, dan Kriminalisasi, terhadap rakyat yang memperjuangkan Hak atas Tanahnya termasuk rakyat Rancang Buka, keenam, hentikan pencabutan dan pengalihan Subsidi Publik dan turunkan harga BBM, Minyak Goreng, dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainya serta hentikan rencana kenaikan pajak 11%, TDL dan gas LPG , ketujuh, jalankan Reforma Agraria Sejati dan kedelapan, bangun Industri Nasional.

Usman Alis

Tinggalkan Balasan